Cari Blog Ini

Jumat, Agustus 7

[Review Film] Surga Yang Tak Dirindukan

Akhirnya aku berhasil nodong suami buat nonton film terbaru Asma Nadia, Surga Yang Tak Dirindukan. Film ini bikin penasaran, karena bocoran-bocoran yang aku aku dengar bilang kalo ini tentang poligami. Yaa, meski Islam membolehkan poligami, tapi sebagai wanita aku jujur bilang bahwa aku belum bisa menerimanya. Dan aku pengen mas dy juga nonton biar tau dan ngeliat gimana jadinya wanita yang suaminya menikah lagi.

Film ini diangkat dari novel Asma Nadia dengan judul yang sama. Meski aku suka baca novel, tapi Surga Yang Tak Dirindukan sama sekali belum pernah aku baca. Hanya bermodal bocoran-bocoran kata mereka yang sudah membaca dan menonton, aku berkesimpulan bahwa Arini dikhianati Pras, suaminya. Tak adil... Aku salah...

Pras bertemu Arini saat menyelesaikan tugas akhir kuliahnya. Pertemuan yang tak disengaja. Arini saat itu sedang membawakan dongeng dengan boneka tangan dihadapan anak-anak. Hmm... gak jelas juga sih apa Arini adalah guru ngaji, guru bimbingan, atau relawan yang concern kepada pendidikan anak-anak di film itu. Ada dua sahabat Arini yang juga berkontribusi dalam aktivitas belajar-mengajar dan bermain di sana. Tapi yaa begitulah... Pras terpesona dengan kecantikan dan kharisma keibuan yang ada pada Arini. Magnet "keibuan" itu sepertinya menarik kuat Pras, karena ternyata Pras tumbuh dan berkembang tanpa belaian dan kasih sayang ibu. Di film diperlihatkan bayang-bayang masa kecil Pras saat melihat langsung bagaimana ibunya pergi meninggalkannya dengan cara menggenaskan.

Mereka menikah dan dikaruniai seorang putri. Seperti dalam cerita dongeng yang selama ini ia sampaikan ke anak-anak didiknya, Arini pun berharap bisa menjalankan kehidupan rumah tangganya dengan Pras dan putri kecilnya seperti dongeng yang selama ini ia sampaikan. Sebuah keluarga kecil yang dinaungi dengan cinta dan kasih sayang. Sebuah keluarga kecil yang bahagia.

Tapi harapan dan keinginan itu tiba-tiba dihancurkan dengan fakta bahwa Ayahnya ternyata memiliki istri yang lain selain ibunya. Dan Pras, pria yang sangat dicintainya yang berjanji hanya akan menempatkan dirinya di hatinya juga memiliki istri yang lain selain dirinya. Arini Hancur...

Mas dy sesekali melirik ke arahku, kemudian berbisik "ish... pake ikutan nangis..."

Ya, aku terbawa suasana haru. Aku bisa merasakan sakit yang dirasakan oleh Arini. Tapi bukan itu alasan utamanya. Melainkan kesalahanku dalam menilai sosok Pras. Pras tidak berdaya melakukan itu. Semuanya diluar keinginannya. Atas nama kemanusiaan -aku sependapat dengan Arini- seharusnya itu bukan jalan keluar yang diambil Pras. Tapi yaa... ini film, ini skenario. But, wait... bukankah kehidupan kita di dunia ini juga skenario dari Allah. Lalu apa yang akan kita lakukan ketika kita berada di posisi Pras? Berada pada posisi "tak berdaya". Astaghfirullah.. astaghfirullahal'adziim.


Satu pelajaran berharga yang aku dapat dari film ini adalah keikhlasan. Tak mudah tapi bukan berarti tak mungkin..

1 komentar:

Tinggalin komentar kamu di sini ^^