Judul Buku : Ranah 3 Warna (Buku kedua dari trilogy
Negeri 5 Menara)
Penulis : A. Fuadi
Penerbit : Gramedia
Setelah tersihir
dengan mantra Man Jadda Wajada (Siapa yang bersungguh-sungguh akan sukses) pada
buku pertama, harus aku akui akupun sepertinya terhipnotis dengan mantra kedua
di buku ini, Man Shabara Zhafira
(Siapa yang bersabar, dia akan beruntung.
Ranah 3 Warna, pertama
liat covernya sempat mikir “ Ini kan daun maple.. kenapa covernya bergambar
daun maple dan sepatu butut..?” Daun maple menjadi sangat akrab denganku karena
dulu-dulunya aku tuh suka banget maen game online Farmville *jeddaaarrrr*. Tanyaku pun terjawab setelah
menyelesaikan novel kedua A. Fuadi ini.
***
Cerita ini bermula
setelah Alif menyelesaikan pendidikannya di Pondok Madani. Cita-citanya tak
pernah berubah, ingin seperti pak Habibie dan masuk ITB. Tapi keinginan
tersebut ternyata tak mudah terwujud. Teman-temannya banyak yang meragukan
kemampuannya menembus PTN melalui jalur UMPTN karena latar belakang keilmuan
yang dimilikinya adalah ilmu agama. Selain itu, Pondok Madani tidak
mengeluarkan ijazah SMA. Karena itu Alif harus mengikuti ujian persamaan
tingkat SMA terlebih dahulu. Mulai dari sini aku bisa merasakan bagaimana
susahnya perjuangan Alif untuk meraih cita-citanya. Dia berusaha bersabar
menjalani proses itu dan juga bersabar menghadapi kergauan orang-orang akan
kemampuanya. Dari sini jugalah Alif mulai belajar strategi, bahwa terkadang
keinginan tak selamanya berjalan sesuai harapan. Dia mulai menyusun strategi
baru, mencoba mengenali kembali karakter diri sendiri, melihat apa yang
diminatinya sehingga pada akhirnya sebuah keputusan besar berhasil diambilnya.
Ia lupakan ITB. Berubah haluan dari eksakta ke bidang sosial. Dia berhasil
lulus UMPTN di fakultas Hubungan Internasional Unpad.
Cerita menjadi menarik
saat Alif memulai hari-harinya di Bandung. Bertemankan si hitam (sepatu
pemberian sang Ayah) Alif kemudian melewati hari-harinya yang penuh dengan
warna. Si Hitam adalah saksi bisu bagaimana Alif harus pontang panting
menyelesaikan tantangan menulis artikel dari seniornya Bang Togar. Si Hitam
juga menjadi saksi bagaimana Alif harus mengunjungi door to door setiap rumah sebagai salesman untuk membiayai hidupnya di tanah rantau. Semua dijalani
dengan penuh kesabaran, berharap kesulitan yang dihadapinya bergannti dengan
kemudahan. Si Hitam tak hanya menjadi saksi tapi juga menyimpan sebuah kenangan
manis bersama orang tercinta, Ayah. Seandainya
di Surga Ada Durian, bab ini berhasil membuatku menangis. Alif kehilangan
Ayahnya untuk selama-lamanya. Perasaanku jadi campur aduk membacanya. Dengan
flash back beberapa kisah Alif bersama ayahnya, A. Fuadi berhasil menggambarkan
bagaimana kedekatan hubungan ayah dan anak ini secara emosional. Meski karakter
keduanya pendiam dan tak banyak bicara, tapi sebagai pembaca aku bisa merasakan
kedekatan keduanya. Jadi aku pun tak kuasa membendung air mata saat tau Alif
harus kehilangan ayahnya.
Cerita duka itu tak
berlangsung lama, Alif sadar bahwa ia harus memenuhi keinginan Ayahnya,
menyelesaikan kuliahnya. Alif pun bangkit meski dengan terseok-seok. Satu
persatu buah dari kesabarannya mulai dapat ia rasakan. Mulai dari opini-opininya
dalam bentuk tulisan mulai menghiasi beberapa koran lokal. Tak hanya
kebutuhannya yang dapat dipenuhinya, dia pun dapat mengirimi uang untuk Amaknya
di kampung. Hal manis lain yang menjadi kejutan adalah saat Alif berhasil lolos
sebagai salah satu duta bangsa dalam proses pertukaran pemuda ke Kanada.
Terjawablah teka-teki daun maple tadi J Petualanganpun dimulai.. Dari sini cerita
semakin seru. Bukan hanya penuh dengan petualangan Alif menaklukkan Quebec,
menaklukkan hati orang tua angkat, menaklukkan hati homologue-nya, tapi juga bagaimana Alif mencoba menaklukan hati
Raisa..
Dengan tebal 469 hal,
Ranah 3 Warna ini benar-benar penuh kejutan. Sebagai pembaca, aku sangat
menikmati hari-hari Alif dalam cerita. Aku termotivasi dengan karakter “pantang
menyerah” nya dia. Man Jadda Wajada
seperti sudah mendarah daging pada dirinya. Dan di Ranah 3 Warna ini Alif
benar-benar yakin dengan Man Shabara
Zhafira. Mantra ini pula yang
membuatku percaya bahwa janji
manis dari Allah atas kesabaran-kesabaran ku kadang bukan seperti inginku. Tapi
aku percaya janji manis itu meski tidak seperti inginku tapi dampaknya buatku
akan melebihi dari apa yang aku inginkan.. Luar biasa!!
Ayooo..lanjut baca yg ke-tiga-nya: Rantau 1 muara :)
BalasHapusIyaaa neh, on reading hehehe
Hapus