[Review Buku] Midnight's Children



Judul Buku: Midnight’s Children (Anak-anak Tengah Malam)

Penulis: Salman Rushdie

Penerbit: Serambi

Penterjemah: Yuliani Liputo 










“International Best Seller”

“Sebuah karya yang meraih tiga penghargaan sekaligus; The Booker Prize pada Tahun 1981, The Booker of Booker Prize Tahun 1993 sebagai pemenang terbaik hadiah sastra terkemuka selama 25 tahun, dan The Best of Booker Prize Winners Tahun 2008 sebagai pemenang terbaik selama 40 tahun berdasarkan pilihan pembaca di seluruh dunia”

“Novel cemerlang yang bikin jatuh cinta…” – London Review of Books 

“Salah satu buku terpenting yang ditulis dalam bahasa Inggris” – New York Review of Books

“Buku yang luar biasa” – New York Review of Books
------


Complicated! Itulah yang aku rasakan ketika harus menikmati karya sastra dari seorang penulis kontroversi, Salman Rushdie tentang anak-anak tengah malam. Butuh waktu nyaris sebulan buatku untuk menyelesaikan membaca novel terjemahan setebal 689 halaman ini. Ide cerita Midnight’s Children sendiri buatku luar biasa, karena cerita tentang anak-anak tengah malam ini mengambil setting India di awal-awal kemerdekaannya. Sebenarnya sejarah selalu menawarkan hal-hal menarik untuk dikaji kembali karena terkadang rasa penasaran terhadap sebuah peristiwa di masa lalu bisa terpuaskan dengan menyaksikan sebuah sejarah. 



          Cerita ini berkisah tentang kehidupan Saleem Sinai yang dibesarkan oleh keluarga yang bukan keluarga kandungnya. Saleem Sinai adalah satu dari ratusan anak-anak yang terlahir tepat tengah malam saat India meraih kemerdekaannya pada 15 Agustus 1947 di Rumah Perawatan Dr. Narlikar. Saleem Sinai tidak sendirian. Ada bayi lain yang juga dilahirkan di tempat yang sama juga di waktu yang sama. Dia adalah Shiva. Saleem sebenarnya adalah anak hasil hubungan gelap seorang istri pemain akordion keliling dengan pengusaha pemilik perumahan Methwold Estate, William Methwold. Sedangkan Shiva adalah anak saudagar kaya yang menghuni salah satu rumah di Methwold Estate. Di malam kelahiran mereka, perawat Mary Pareira menukar keduanya. Saleem yang hindu akhirnya dibesarkan oleh saudagar Sinai sedangkan Shiva yang muslim dibesarkan oleh keluarga Hindu di pemukiman kumuh.

          Kisah ini menggunakan sudut pandang orang pertama tunggal (Saleem Sinai sebagai aku). Saleem seolah-olah bercerita tentang dirinya, hal-hal yang pernah dialaminya, juga tentang perkembangan negaranya dimana dia menjadi saksi dari peristiwa-peristiwa besar yang terjadi. Sayangnya aku baru benar-benar menikmati cerita anak-anak tengah malam ini di halaman-halaman pertengahan. Di bagian inilah aku baru benar-benar menikmati keberadaan anak-anak tengah malam. Menurut Saleem anak-anak tengah malam adalah mereka yang dilahirkan tepat tengah malam atau mendekati tengah malam saat Kemerdekaan India diproklamirkan. Mereka anak-anak tengah malam memiliki kemampuan yang diluar nalar kita, masing-masing mereka bisa berkomunikasi satu sama lain lewat pikiran. Menarik. Karena ternyata ada ratusan anak-anak tengah malam yang tersebar di India dan mereka membuat konferensi jarak jauh lewat pikiran.     Dalam konferensi itu  Saleem dan Shiva sering saling berbeda pendapat sehingga memunculkan pertengkaran-pertengkaran.

          Cerita menarik ini menjadi rumit buatku karena bahasa yang digunakan sangat tinggi. Tinggi maksudnya gak to the point. Agak bertele-tele. Belum lagi ada beberapa alih bahasa yang pendeskripsiannya sulit aku bayangkan. Seperti bentuk hidung Adam Aziz  (kakek Saleem Sinai) yang banyak dibahas di awal-awal cerita. Sampai cerita berakhir aku sebenarnya masih ragu dengan hidung sang kakek. Abaikan ini! Aku juga sedikit terganggu dengan sebutan Monyet Kuningan yang diberikan Saleem kepada adiknya yang bukan adik kandungnya.


          Dengan segala kerumitan yang disebabkan bahasa, alur cerita, banyaknya tokoh-tokoh yang karakternya gak begitu kuat sehingga aku sering terkecoh, peristiwa-peristiwa besar yang terjadi di India di tahun-tahun tersebut (history), keberadaan anak-anak tengah malam benar-benar menjadi daya pikat tersendiri pada novel ini, setidaknya itulah yang aku rasakan.



Komentar

  1. boleh juga ini buku, genre'a pas sih, sama genre yang aku suka
    ntar aku cari deh, kalau mampir ke toko buku bekas langganan, kali aja ada
    thanks ya, atas info'a :)

    BalasHapus
  2. Saya pengen beli kayanya ni novel..di Gramed ada gak yah..Thanks infonya btw.

    BalasHapus

Posting Komentar

Tinggalin komentar kamu di sini ^^