Judul Buku: Kesaksian Seorang Dokter
Penulis: dr. Khalid Abdul Aziz Al-Jubair, SpJP
Penerbit: Darus Sunnah
ISBN: 979-3772-18-2
“Allahu Akbar, Allahu
Akbar, Asyhadu Alla Ilaha Illallah..” Itulah suara adzan yang terdengar melalui
stetoskop yang diletakkan di atas dada seorang pasien yang telah meninggal
dunia.
… saya bertanya kepada
keluarga pasien yang meninggal dunia ini tentang keadaannya semasa hidup,
mereka menjelaskan, “Ia bekerja sebagai muadzdzin pada sebuah mesjid…
Seperti itulah kutipan yang
tertulis di cover belakang buku ini. Dan kutipan itu jugalah yang kemudian
menyentil rasa ingin tau-ku lebih banyak lagi tentang isi buku ini.
Beberapa bulan belakangan,
aku dihadapi dengan beberapa kabar duka. Salah satunya kabar meninggalnya teman
SMUku dulu. Aku terkejut bukan main. Dia masih sangat muda, menurutku. Belum
genap setahun suaminya meninggal, menyusul pula dirinya. Putra semata wayangnya
yang baru berusia 3 tahun akhirnya menjadi yatim piatu. Kematian memang mutlak
urusan Tuhan. Tak ada yang tau kapan, di mana serta siapa yang akan terlebih
dahulu menuju ke sana. Meski demikian, tak banyak juga dari kita yang
berlomba-lomba mempersiapkan bekal ke sana. Termasuk diriku yang kerap lalai
dan alpa mengingatNya.
Membaca Kesaksian Seorang
Dokter membuatku berpikir tentang kematian. Bagi sebahagian orang kematian ternyata
bukanlah hal yang menakutkan. Ada hal
yang sangat indah di dalam peristiwa tersebut. Indah karena ternyata kematian
justru dirindukan oleh mereka yang ingin bertemu dengan Sang Penciptanya.
Bukankah bisa bertemu dengan yang dirindukan adalah moment yang sangat indah?
Bahkan untuk beberapa orang, mereka tak kuasa menggambarkan kegembiraan ketika
bisa bertemu dengan yang dirindukannya. Di buku ini penulisnya, Dr. Khalid bin
Abdul Aziz Al-Jubair, seorang dokter spesialis bedah dan jantung di Riyadh
berbagi pengalaman tentang hal itu.
Jika ditanya, aku sendiri
masih takut dengan kematian. Aku takut karena aku merasa belum siap menuju ke
sana. Aku takut dengan segala konsekuensi yang harus aku terima akibat dari apa
yang aku lakukan selama hidupku. Aku pikir apa yang aku rasakan normal. Alhamdulillah
di buku ini aku kemudian seperti diingatkan kembali. Cukuplah kematian sebagai peringatan (hal 37). Penulis mencoba
mengingatkan aku untuk selalu introspeksi diri. Kalau memang takut, persiapkan
semuanya dengan baik. Lebih kurang seperti itulah pesan yang aku tangkap.
Begitu banyak pengalaman
penulis ketika berhadapan dengan orang-orang yang mati dalam keadaan husnul
khatimah, dan itu semua sebanding dengan ketaatan mereka kepada Allah selama di
dunia. Mereka adalah orang-orang yang tak pernah meninggalkan shalat, yang
selalu membaca Al-quran, menjaga lisan mereka dari perkataan-perkataan kotor
dan menjaga hati mereka dari prasangka. Aku belajar dari kisah mereka.
Selain pengalaman tersebut
di atas, penulis juga mengingatkan bahwa pemilik obat atas sakit yang diderita
manusia adalah Allah swt. Siapapun yang sedang berjuang melawan sakit yang
dideritanya dengan berobat ke rumah sakit dan berkonsultasi dengan dokter
hendaknya tak lupa juga memperbanyak doa kepada Allah. Karena dokter hanyalah
perantara, sedang yang memiliki kuasa untuk menyembuhkan tetaplah Allah yang
Maha Segala-galanya.
Seperti kisah seorang ibu
dari pasien bayi laki-laki yang belum genap berumur dua tahun. Setelah
mengalami operasi, bayi tersebut mengalami pendarahan yang bisa berakibat pada
proses kerja jantungnya. Reaksi ibunya? “Cukuplah Allah untukku, dan Dia
sebaik-baik Pelindung. Ya Allah, sembuhkanlah ia jika kesembuhan adalah yang
terbaik untuknya” Kemudian dia pergi melihat bayinya sambil membacakan
Al-Quran. Alhamdulillah, dengan izin Alalh kondisi bayi tersebut membaik (Obat
yang terlupakan, hal 62). Entah bagaimana jika aku yang berada di posisi si
Ibu.
Sebuah pengalaman yang luar
biasa yang tidak semua orang bisa mengalaminya. Semoga tiap kisah di buku ini
menjadi pengingat bahwa tujuan akhir dari kehidupan ini adalah kematian.
Sehingga masing-masing kita mulai berlomba-lomba untuk mempersiapkan bekal
menuju ke sana.
subhaanallaah..Maha Suci Allah
BalasHapusjujur sampai sekarang gue gak berani baca buku tentang kematian*Takut
BalasHapuswah tema buku ini berbeda dari buku2 yang pernah aku baca sebelumnya.
BalasHapusdan membaca reviewnya sptnya menarik sekali isi buku ini ya?
waduh, mendin gak baca ah...Hahaha....
BalasHapusPosted : Mas ihsan blog's
Buku bagus yang bisa mengingatkan kita bahwa kematian itu bisa datang sewaktu waktu, mati tua pantes, mati muda juga pantes. idza ja'a ajaluhum, la yastakhiruna saatan walayastaqdimun. Semoga kita termasuk orang yangg sudah mempersiapkan diri jika ajal sewaktu2 menjemput kita
BalasHapusmerinding...
BalasHapuskadang kita malah menuhankan yg lain selainNYA, pun bergantung pada yang lain selainNYA...Astaghfirullah
sesuatu yg hidup pasti akan mati. thx sudah di review bukunya. jd penasaran utk beli
BalasHapusbuku bagus ya mbak.. adem rasanya jika membacanya :)
BalasHapusbuku bagus lagi nih :D
BalasHapusmaaf ya masih belum sempat bikin posting ttg kopdar kmrn :D
sangat menarik review bukunya, saya membayangkan seandainya dokter-dokter di Indonesia juga selalu lebih mementingkan jiwa sosial untuk menolong sesama hamba ALLAH, maka tentunya akan banyak juga kisah-kisah spirituil yang mereka alami dan bisa dijadikan buku...salam :-)
BalasHapus