Bila Waktu Tlah Memanggil

Usia manusia memang tidak bisa ditebak kapan berakhirnya. Kematian selalu saja menjadi misteri dari Tuhan kapan dan di mana akan menghampiri kita. Kematian tidak pernah berbanding lurus dengan usia, meski pada akhirnya kita akan berkesimpulan bahwa semakin tua semakin dekatlah kita dengan kematian. Kematian mutlak adalah urusan Tuhan dan perjanjian kita dengan NYA pada saat DIA meniupkan ruh ke jasad kita ketika kita berada dalam rahim ibunda tercinta. Kita tidak bisa mengingat itu lagi, bahkan ketika kita bersaksi bahwa benar DIA adalah Rabb semesta alam.

Kematian datang terkadang menyisakan Tanya, kenapa? Kenapa seseoarang yang begitu baik akhlaknya, yang santun budi pekertinya justru harus terlebih dahulu menghadapi kematian. Seperti halnya saudara2 kita yang menjadi korban gempa bumi di Tasikmalaya, pertanyaan kenapa gempa bumi dan longsong yang justru menjadi penyebab kematian orang2 yang mereka cintai? Kenapa bukan kematian yang wajar? Dan hanya DIA yang tau alasannya, kita hambanya hanya bisa berkesimpulan bahwa kita tak kuasa menolak takdirnya dan apa yang menjadi takdirnya adalah yang terbaik buat kita juga buat orang yang meninggalkan kita. Karena DIA Maha Suci dari sifat menzalimi hamba2nya. Karena CintaNYA jauh lebih besar dari cinta kita padaNYA.


Hari ini beberapa sms datang mengabarkan kematian. Teman kuliahku, Rahmi Mutia telah meninggal dunia pada tanggal 5 September kemarin. Aku berusaha mengingat seperti apa wajahnya, tapi gagal. Aku lupa. Namanya sangat familiar rasanya, artinya ketika mendengar nama itu aku langsung teringat pada teman2 di UNRI. Tapi semakin mencoba mengingat, aku sama sekali tidak bisa membayangkan wajahnya. Kami berbeda jurusan. Dia dulu di Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP angkatan 2000) sedangkan aku di Ilmu Kelautan (IK angkatan 2000). Aku coba membuka buku alumni, aku juga tidak menemukan namanya. Bisa jadi dia terlebih dahulu menyelesaikan kuliahnya atau aku yang terlebih dahulu menyelesaikan kuliah. Terlepas aku bisa mengingat seperti apa wajahnya atau tidak, kematian selalu meninggalkan Tanya. Kenapa Rahmi?

Dia masih terlalu muda. Tapi dia sakit, tumor rahim. Tetapi ada yang bisa sembuh, tetanggaku Bu Bertha divonis mengidap kanker, dia menjalani perawatan dan Alhamdulillah sembuh. Tapi kenapa Rahmi tidak? Putranya baru berusia 3 bulan, baru belajar mengenali bau bundanya dan kini sudah harus menjadi piatu. Mungkin di usia segitu dia sedang belajar merekam raut wajah sang bunda dalam memorinya. Dan tiba2 proses itu harus terhenti. Wallahu a’lam. Kematian selalu menimbulkan tanya.

Setiap kita selalu berharap usia yang panjang menyertai kita. Tapi tidak ada yang tau kapan kematian menghampiri kita. Esokkah? Lusa atau kapan? Mungkin di saat malaikat pemberi rizki tidak menemukan lagi nama kita pada rimbunan pepohonan, lalu pada luasnya lautan juga tidak ada lagi catatan nama kita, dan tidak ada jatah udara buat kita, dan pada saat itu Izrail akan mengucapkan salam, atau bahkan datang dengan tiba2 jika salam tak layak diucapkan pada kita.

Pff…
Semoga Almarhumah Rahmi Mutia diterima di sisiNYA. Dia kembali padaNYA dibulan yang penuh berkah dan maghfirah. Semoga kesabarannya menjalani hari2 yang sakit menjadi amalan yang akan melapangkan kuburnya. Amien.

Komentar